Rabu, 26 Juni 2013

Mengapa Korupsi Sulit di Berantas di Indonesia



Mengapa Korupsi Sulit di Berantas di Indonesia

Pada kesempatan kali ini saya akan membahas mengenai korupsi dan alasan mengapa korupsi sulit untuk di berantas di Indonesia. Bagaimana tidak banyak orang yang tergiur untuk melakukan korupsi, jika korupsi tidak ditindak dengan serius di Indonesia ini. Dengan leluasa para koruptor berkeliaran di Indonesia, tanpa adanya rasa takut dan bersalah dari mereka. Mereka hanya mengetahui bahwa mereka bahagia, mereka tidak mengetahui apa yang akan terjadi untuk negaranya. Sungguh memalukan sekali, para pejabat yang sudah jelas berpendidikan tinggi, namun mereka tidak dapat memberikan yang terbaik untuk negaranya.

Korupsi merupakan kejahatan yang sulit diungkap karena korupsi melibatkan dua pihak, yaitu koruptor dan klien yang keduanya berupaya untuk menyembunyikan kejadian tersebut, mengingat manfaat besar korupsi bagi mereka dan/atau risiko hukum atau sosial apabila tindakan mereka teruangkap. Dalam kasus korupsi saat klien dan pejabat korup yang sama-sama menikmati manfaat, mereka akan menutupi aksi mereka agar kepentingan mereka tetap terlindungi. Sementara, dalam kasus korupsi saat salah satu pihak merupakan korban, si korban cenderung tidak melaporkan kejadian mengingat, dalam banyak kasus, korban dapat dipermasalahkan ketika membongkar kasus korupsi dengan berbagai alasan termasuk alasan pencemaran nama baik.

Pada dasarnya motif / alasan yang mendorong seseorang melakukan tindakan korupsi ada dua penyebab yaitu dorongan kebutuhan (need driven) dan dorongan kerakusan (greed driven). Memang sama-sama korupsi namun ternyata latar belakang orang melakukan perilaku tercela itu memang berlainan. Sebenarnya perilaku korupsi ini telah mengakar di elemen masyarakat luas, tidak hanya terjadi di institusi baik pemerintah ataupun swasta baik dilakukan oleh aparatur pemerintah ataupun pegawai swasta.

Praktek korupsi berkembang pada situasi dimana job security tinggi dengan tingkat profesionalitas yang rendah sehingga para pegawai tersebut sering menyalah gunakan kewenangannya untuk memenuhi keinginannya daripada pelaksanaan tugas yang seharusnya dia laksanakan. Kenapa korupsi masih terjadi dan pemberantasan korupsi seolah berjalan ditempat. Masalahnya adalah karena korupsi memang telah menjadi budaya bangsa ini.
Jadi secara masif semua lapisan masyarakat sudah dibiasakan dengan budaya korupsi sejak mereka masih kecil hingga dewasa. Kejadian seperti contek masal yang terjadi di kalangan pelajar misalnya adalah semacam bibit yang disemai para pendidik, mereka rela berbohong secara masal demi mendapatkan nilai secara tidak berhak. Nilai-nilai semacam inilah sudah mulai dipupuk sejak masih anak-anak. Sehingga tidak heran ketika seseorang beranjak dewasa mereka sudah tidak canggung lagi bersentuhan dengan suasana yang korup bahkan cenderung permisif dan toleran akan hal tersebut. Istilahnya korupsi dilakukan secara berjamaah, sehingga korupsi bukan lagi sesuatu yang tabu untuk dilakukan.

Sudah banyak pejabat yang tertangkap tangan oleh KPK saat menerima uang suap, beberapa sudah menjalani pemeriksaan, sebagian lagi sedang menjalani hukuman, tetapi aneh bin ajaib, pelaku-pelaku korupsi tetap saja beraksi. Beberapa fakta yang menjadi pendukung terjadinya korupsi, diantaranya yaitu :
  • Bagi perusahaan memang ada dana yang namanya “success fee”, “entertaintment fee”, yang di alokasikan untuk memuluskan jalannya proyek atau menggolkan proyek perusahaan, bagi perusahaan bukan lagi masalah besarnya cost, tetapi yang paling penting kepastian bahwa proyek dapat terlaksana. Sehingga bagi pelaku mikirnya begini, ini bukan uang rakyat kok, ini dari perusahaan, kita hanya menerima sedikit uang lelah atau uang terima kasih untuk suksesnya proyek ini.
  • Prosedur Birokrasi yang tidak jelas, tidak ada penetapan tarif. Contoh: Dalam pengajuan Ijin Usaha Pertambangan. Biasanya pengajuan lewat Departemen Pertambangan, kemudian ditanda-tangani oleh Bupati. Akibat tidak adanya tarif yang jelas, bukan rahasia umum lagi, Kepala Pertambangan dan Bupati bisa bermain disini, untuk tanda tangan satu IUP bisa mencapai 300 juta rupiah bahkan lebih, tergantung berapa luas area dan lokasi pertambangan. Ini uang besar, justru di birokrasi tingkat rendah contoh pembuatan SIM, KTP, penjualan tiket KA, sudah berjalan lebih baik.
  • Pelaku berkelompok, biasanya dalam satu departemen atau satu garis kepemimpinan semua mendapat bagian, sehingga bersikap saling melindungi.
  • Pelaku makin pintar. Tidak ada lagi sistem transfer, semua cash and carry, seminimal mungkin penggunaan alat komunikasi, jika terpaksa berkomunikasi, mereka menggunakan bahasa-bahasa rahasia.
  • Kurangnya kesadaran moral dan spiritual, pengetahuan moral dan agama hanya sebagai ilmu, bukan sebagai cinta pada Pencipta. Anehnya ketika sudah tertangkap, rata-rata menjadi makin santun, dan rajin ibadah.

Setelah kita ketahui alasan para koruptor hanyalah untuk kepuasan dan kesenangan mereka, ini sungguh dikatakan sebagai kejahatan yang serupa dengan membunuh rakyat banyak. Karena uang yang mereka ambil bukanlah uang mereka, melainkan uang yang mereka ambil adalah uang rakyat banyak. Mereka bisa saja bersenang-senang dengan uang tersebut, tapi dampak akan berpengaruh terhadap rakyat di Indonesia.
Bagaimana Solusinya?
Pemikiran sederhana, yang banyak tahu transaksi pemberian uang pada pejabat adalah perusahaan, tidak sedikit karyawan perusahaan di tingkat menengah bahkan kelas OB juga bisa menangkap gerak-gerik penyerahan dana pada aparat. Mengapa mereka malas melaporkan? Tidak ada manfaat sama sekali, malah menyulitkan diri sendiri. KPK seharusnya menantang “uang dengan uang”. Caranya, buka saja line khusus 24jam. Saksi hanya melaporkan saja dimana transaksi terjadi, KPK atau aparat yang bertindak. Dan yang melaporkan akan dijamin keamanan, sehingga rakyat atau orang yang mengetahui adanya korupsi dapat dengan mudah untuk melaporkan adanya korupsi.

Persoalan korupsi memang telah mengakar dan membudaya. Bahkan dikalangan mayoritas pejabat publik, tak jarang yang menganggap korupsi sebagai sesuatu yang “lumrah dan Wajar“. Ibarat candu, korupsi telah menjadi barang bergengsi, yang jika tidak dilakukan, maka akan membuat “stress” para penikmatnya. Korupsi berawal dari proses pembiasaan, akhirnya menjadi kebiasaan dan berujung kepada sesuatu yang sudah terbiasa untuk dikerjakan oleh pejabat-pejabat Negara.

Tak urung kemudian, banyak masyarakat yang begitu pesimis dan putus asa terhadap upaya penegakan hukum untuk menumpas koruptor di Negara kita.  kasus korupsi merupakan ujung dari mata rantai pemberantasan korupsi. Sayangnya, para pelapor yang biasa disebut dengan whistleblowe merupakan makluk langka yang jarang ditemui. Satu faktor di antaranya adalah kurang memadainya perlindungan terhadap pelapor. Menekan korupsi hingga tingkat nol jelas tidak mungkin, mengingat biaya yang sangat mahal, baik biaya finansial maupun nonfinansial. Untuk mencapai tingkat korupsi nol, barangkali setiap ruang harus dilengkapi dengan kamera, setiap pembicaraan lewat telepon dan interet harus disadap, dan setiap rumah harus diawasi agen rahasia. Hal ini selain mahal juga dapat menghilangkan kebebasan individu, sesuatu yang tidak ternilai harganya.

Sebaiknya pemerintah lebih serius dalam menanggulangi masalah korupsi ini, karena masalah ini sungguh merugikan masyarakat terutamanya dalam pembangunan dan ekonomi. Dan bagi para pejabat-pejabat sebaiknya menahan diri untuk mengambil hak milik orang lain. Sebab, jika kita mengambil hak milik orang lain, kita tak ada bedanya dengan orang yang tak punya apa-apa. Bagaimana Indonesia bisa menjadi negara maju jika pejabat melakukan korupsi, sampai kapan negara kita tertinggal, sudah cukup dan mari kita bangkit bersama membangun negara yang lebih baik.

Untuk saat ini mungkin hukum pun sudah tercemar dengan koruptor. Mengapa saya katakan demikian? Karena hukum antara koruptor dengan nenek-nenek yang dituduh mencuri biji coklat sungguh contoh bahwa hukum tidak ditegakan dengan baik dan benar. Hukum sudah tercemar dengan para koruptor, jadi kalau bukan rakyat yang menghukum para koruptor, ingin sampai kapan negara kita penuh dengan koruptor. Ayo tindak tegas para koruptor, hukum mati untuk mereka yang mengambil uang rakyat. Untuk apa para pejabat sekolah tinggi-tinggi kalau pada kenyataannya mereka semua melakukan korupsi, lebih baik yang menjadi pejabat adalah orang-orang yang dengan senantiasa menginginkan dan berjuang untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, bukan untuk meningkatkan kesejahteraan para pejabat sendiri.

Sekian pembahasan saya mengenai korupsi, dan semoga para koruptor bisa berhenti, karena ini semua untuk kepentingan orang banyak. Dan untuk hukum semoga bisa lebih dipertegas dengan adanya peraturan ataupun hukum baru mengenai korupsi, dimana barang siapa yang melakukan korupsi akan dikenakan hukuman mati dan barang siapa yang melindungi koruptor akan dikenakan hukuman penjara. Itu sekiranya yang saya harapkan dari hukum, karena koruptor sulit untuk diberantas, maka dari itu tegakanlah hukum mengenai korupsi. Dengan tujuan agar para koruptor takut ataupun segan untuk melakukan tindakan keji berupa korupsi uang negara. Sekian dan semoga bermanfaat bagi pembaca, mohon maaf apabila ada kesalahan dalam penulisan. Terimakasih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar