Mengapa Korupsi Sulit di Berantas di Indonesia
Pada kesempatan
kali ini saya akan membahas mengenai korupsi dan alasan mengapa korupsi sulit
untuk di berantas di Indonesia. Bagaimana tidak banyak orang yang tergiur untuk
melakukan korupsi, jika korupsi tidak ditindak dengan serius di Indonesia ini.
Dengan leluasa para koruptor berkeliaran di Indonesia, tanpa adanya rasa takut
dan bersalah dari mereka. Mereka hanya mengetahui bahwa mereka bahagia, mereka
tidak mengetahui apa yang akan terjadi untuk negaranya. Sungguh memalukan
sekali, para pejabat yang sudah jelas berpendidikan tinggi, namun mereka tidak
dapat memberikan yang terbaik untuk negaranya.
Korupsi
merupakan kejahatan yang sulit diungkap karena korupsi melibatkan dua pihak,
yaitu koruptor dan klien yang keduanya berupaya untuk menyembunyikan kejadian
tersebut, mengingat manfaat besar korupsi bagi mereka dan/atau risiko hukum
atau sosial apabila tindakan mereka teruangkap. Dalam kasus korupsi saat klien
dan pejabat korup yang sama-sama menikmati manfaat, mereka akan menutupi aksi
mereka agar kepentingan mereka tetap terlindungi. Sementara, dalam kasus
korupsi saat salah satu pihak merupakan korban, si korban cenderung tidak melaporkan
kejadian mengingat, dalam banyak kasus, korban dapat dipermasalahkan ketika
membongkar kasus korupsi dengan berbagai alasan termasuk alasan pencemaran nama
baik.
Pada dasarnya
motif / alasan yang mendorong seseorang melakukan tindakan korupsi ada dua
penyebab yaitu dorongan kebutuhan (need driven) dan dorongan kerakusan (greed
driven). Memang sama-sama korupsi namun ternyata latar belakang orang melakukan
perilaku tercela itu memang berlainan. Sebenarnya perilaku korupsi ini telah
mengakar di elemen masyarakat luas, tidak hanya terjadi di institusi baik
pemerintah ataupun swasta baik dilakukan oleh aparatur pemerintah ataupun
pegawai swasta.
Praktek korupsi
berkembang pada situasi dimana job security tinggi dengan tingkat
profesionalitas yang rendah sehingga para pegawai tersebut sering menyalah
gunakan kewenangannya untuk memenuhi keinginannya daripada pelaksanaan tugas
yang seharusnya dia laksanakan. Kenapa korupsi masih terjadi dan pemberantasan
korupsi seolah berjalan ditempat. Masalahnya adalah karena korupsi memang telah
menjadi budaya bangsa ini.
Jadi secara
masif semua lapisan masyarakat sudah dibiasakan dengan budaya korupsi sejak
mereka masih kecil hingga dewasa. Kejadian seperti contek masal yang terjadi di
kalangan pelajar misalnya adalah semacam bibit yang disemai para pendidik, mereka
rela berbohong secara masal demi mendapatkan nilai secara tidak berhak.
Nilai-nilai semacam inilah sudah mulai dipupuk sejak masih anak-anak. Sehingga
tidak heran ketika seseorang beranjak dewasa mereka sudah tidak canggung lagi
bersentuhan dengan suasana yang korup bahkan cenderung permisif dan toleran
akan hal tersebut. Istilahnya korupsi dilakukan secara berjamaah, sehingga
korupsi bukan lagi sesuatu yang tabu untuk dilakukan.
Sudah banyak
pejabat yang tertangkap tangan oleh KPK saat menerima uang suap, beberapa sudah
menjalani pemeriksaan, sebagian lagi sedang menjalani hukuman, tetapi aneh bin
ajaib, pelaku-pelaku korupsi tetap saja beraksi. Beberapa fakta yang menjadi
pendukung terjadinya korupsi, diantaranya yaitu :
- Bagi perusahaan memang ada dana yang namanya “success fee”, “entertaintment fee”, yang di alokasikan untuk memuluskan jalannya proyek atau menggolkan proyek perusahaan, bagi perusahaan bukan lagi masalah besarnya cost, tetapi yang paling penting kepastian bahwa proyek dapat terlaksana. Sehingga bagi pelaku mikirnya begini, ini bukan uang rakyat kok, ini dari perusahaan, kita hanya menerima sedikit uang lelah atau uang terima kasih untuk suksesnya proyek ini.
- Prosedur Birokrasi yang tidak jelas, tidak ada penetapan tarif. Contoh: Dalam pengajuan Ijin Usaha Pertambangan. Biasanya pengajuan lewat Departemen Pertambangan, kemudian ditanda-tangani oleh Bupati. Akibat tidak adanya tarif yang jelas, bukan rahasia umum lagi, Kepala Pertambangan dan Bupati bisa bermain disini, untuk tanda tangan satu IUP bisa mencapai 300 juta rupiah bahkan lebih, tergantung berapa luas area dan lokasi pertambangan. Ini uang besar, justru di birokrasi tingkat rendah contoh pembuatan SIM, KTP, penjualan tiket KA, sudah berjalan lebih baik.
- Pelaku berkelompok, biasanya dalam satu departemen atau satu garis kepemimpinan semua mendapat bagian, sehingga bersikap saling melindungi.
- Pelaku makin pintar. Tidak ada lagi sistem transfer, semua cash and carry, seminimal mungkin penggunaan alat komunikasi, jika terpaksa berkomunikasi, mereka menggunakan bahasa-bahasa rahasia.
- Kurangnya kesadaran moral dan spiritual, pengetahuan moral dan agama hanya sebagai ilmu, bukan sebagai cinta pada Pencipta. Anehnya ketika sudah tertangkap, rata-rata menjadi makin santun, dan rajin ibadah.
Setelah kita ketahui
alasan para koruptor hanyalah untuk kepuasan dan kesenangan mereka, ini sungguh
dikatakan sebagai kejahatan yang serupa dengan membunuh rakyat banyak. Karena
uang yang mereka ambil bukanlah uang mereka, melainkan uang yang mereka ambil
adalah uang rakyat banyak. Mereka bisa saja bersenang-senang dengan uang
tersebut, tapi dampak akan berpengaruh terhadap rakyat di Indonesia.
Bagaimana
Solusinya?
Pemikiran
sederhana, yang banyak tahu transaksi pemberian uang pada pejabat adalah
perusahaan, tidak sedikit karyawan perusahaan di tingkat menengah bahkan kelas
OB juga bisa menangkap gerak-gerik penyerahan dana pada aparat. Mengapa mereka
malas melaporkan? Tidak ada manfaat sama sekali, malah menyulitkan diri
sendiri. KPK seharusnya menantang “uang dengan uang”. Caranya, buka saja line
khusus 24jam. Saksi hanya melaporkan saja dimana transaksi terjadi, KPK atau
aparat yang bertindak. Dan yang melaporkan akan dijamin keamanan, sehingga
rakyat atau orang yang mengetahui adanya korupsi dapat dengan mudah untuk
melaporkan adanya korupsi.
Persoalan
korupsi memang telah mengakar dan membudaya. Bahkan dikalangan mayoritas
pejabat publik, tak jarang yang menganggap korupsi sebagai sesuatu yang “lumrah
dan Wajar“. Ibarat candu, korupsi telah menjadi barang bergengsi, yang jika
tidak dilakukan, maka akan membuat “stress” para penikmatnya. Korupsi berawal
dari proses pembiasaan, akhirnya menjadi kebiasaan dan berujung kepada sesuatu
yang sudah terbiasa untuk dikerjakan oleh pejabat-pejabat Negara.
Tak urung kemudian,
banyak masyarakat yang begitu pesimis dan putus asa terhadap upaya penegakan
hukum untuk menumpas koruptor di Negara kita.
kasus korupsi merupakan ujung dari mata rantai pemberantasan korupsi.
Sayangnya, para pelapor yang biasa disebut dengan whistleblowe merupakan makluk
langka yang jarang ditemui. Satu faktor di antaranya adalah kurang memadainya
perlindungan terhadap pelapor. Menekan korupsi hingga tingkat nol jelas tidak
mungkin, mengingat biaya yang sangat mahal, baik biaya finansial maupun nonfinansial.
Untuk mencapai tingkat korupsi nol, barangkali setiap ruang harus dilengkapi
dengan kamera, setiap pembicaraan lewat telepon dan interet harus disadap, dan
setiap rumah harus diawasi agen rahasia. Hal ini selain mahal juga dapat
menghilangkan kebebasan individu, sesuatu yang tidak ternilai harganya.
Sebaiknya
pemerintah lebih serius dalam menanggulangi masalah korupsi ini, karena masalah
ini sungguh merugikan masyarakat terutamanya dalam pembangunan dan ekonomi. Dan
bagi para pejabat-pejabat sebaiknya menahan diri untuk mengambil hak milik
orang lain. Sebab, jika kita mengambil hak milik orang lain, kita tak ada
bedanya dengan orang yang tak punya apa-apa. Bagaimana Indonesia bisa menjadi
negara maju jika pejabat melakukan korupsi, sampai kapan negara kita
tertinggal, sudah cukup dan mari kita bangkit bersama membangun negara yang
lebih baik.
Untuk saat ini
mungkin hukum pun sudah tercemar dengan koruptor. Mengapa saya katakan
demikian? Karena hukum antara koruptor dengan nenek-nenek yang dituduh mencuri
biji coklat sungguh contoh bahwa hukum tidak ditegakan dengan baik dan benar.
Hukum sudah tercemar dengan para koruptor, jadi kalau bukan rakyat yang
menghukum para koruptor, ingin sampai kapan negara kita penuh dengan koruptor.
Ayo tindak tegas para koruptor, hukum mati untuk mereka yang mengambil uang
rakyat. Untuk apa para pejabat sekolah tinggi-tinggi kalau pada kenyataannya
mereka semua melakukan korupsi, lebih baik yang menjadi pejabat adalah
orang-orang yang dengan senantiasa menginginkan dan berjuang untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat, bukan untuk meningkatkan kesejahteraan para pejabat
sendiri.
Sekian
pembahasan saya mengenai korupsi, dan semoga para koruptor bisa berhenti,
karena ini semua untuk kepentingan orang banyak. Dan untuk hukum semoga bisa
lebih dipertegas dengan adanya peraturan ataupun hukum baru mengenai korupsi,
dimana barang siapa yang melakukan korupsi akan dikenakan hukuman mati dan
barang siapa yang melindungi koruptor akan dikenakan hukuman penjara. Itu
sekiranya yang saya harapkan dari hukum, karena koruptor sulit untuk
diberantas, maka dari itu tegakanlah hukum mengenai korupsi. Dengan tujuan agar
para koruptor takut ataupun segan untuk melakukan tindakan keji berupa korupsi
uang negara. Sekian dan semoga bermanfaat bagi pembaca, mohon maaf apabila ada
kesalahan dalam penulisan. Terimakasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar