Gigit Dokter
Pasti penasaran nih yang baca
judulnya “gigit dokter” apa hayo ada yang tau? Hahahah. Artikel kali ini saya
ingin menceritakan pengalaman hidup saya dengan dokter. Karena sebelumnya saya
sudah berjanji dalam artikel “who am i” untuk membuat artikel ini, maka pada
kesempatan disela kesibukan saya mengerjakan penulisan ilmiah ini saya
sempatkan untuk menepati janji saya. Oke saya mulai ya, siapin cemilan biar
betah bacanya. Hahahaha.
Waktu saya berumur 7 tahun, tepatnya
disaat kenaikan kelas 2 Sekolah Dasar saya mengalami sakit. Sakitnya tidak
seperti biasanya, mungkin biasanya hanya panas biasa dan saya tetap berangkat
sekolah tetapi kali ini saya merasa tidak kuat untuk memaksakan kehendak
bersekolah pada saat itu. Setiap malam menjelang pagi suhu tubuh tinggi sekali,
benar-benar panas tinggi sampai tidur pun jadi sering mengigau karena suhu
tubuh yang teramat tinggi. Namun disaat siang menjelang sore, suhu tubuh
menurun. Beberapa hari saya mengalami hal tersebut, akhirnya saya dibawa ke
rumah sakit terdekat di sekitar Jakarta. Waktu itu saya dibawa ke rumah sakit
tengah malam, karena orangtua saya tidak tega melihat kondisi saya saat itu.
Tengah malam saat itu membuat panik orangtua, bergegaslah ayah membawa saya
untuk di periksa ke dokter dengan mengajak beberapa saudara lalu berangkatlah
ke rumah sakit.
Saat itu ayah membawa mobil dengan
kecepatan tinggi, karena hanya ingin segera sampai ke rumah sakit dengan cepat
karena khawatir akan keadaan saya. Sepanjang perjalanan saya hanya diam dan
dipangku oleh mama, terkadang air mata menetes dari mata hanya karena suhu
tubuh yang tinggi tersebut. Beberapa menit kemudian tibalah di rumah sakit,
segeralah saya di bawa kedalam dan di tidurkan ditempat pemeriksaan dokter.
Saat itu saya ditemani ayah di dalam, sedangkan mama menunggu di luar bersama
saudara yang lainnya. Selama menunggu dokter, ayah berkata “Kamu ga takut kan
disuntik? Berani kan kalo di sekolahan disuntik?” dan saya hanya
mengangguk-anggukan kepala pertanda bahwa saya berani untuk disuntik. Tak lama
kemudian datanglah dokter menghampiri saya dan berkata, “Ade ga takut disuntik
kan ya berani? Dokter minta darahnya ya buat diperiksa sakitnya apa, jangan
nangis ya” tetap saja saya hanya bisa menganggukan kepala saja saat itu.
Akhirnya dokter pun mengambil darah untuk dilakukan pemeriksaan terhadap sakit
yang saya alami saat itu. Saya pikir waktu itu suntik biasa seperti di
sekolahan, tapi ternyata suntiknya berbeda. Kalau di sekolah suntik untuk
kesehatan dan kalau saat itu adalah suntik pengambilan darah dan itu lebih
sakit dari biasanya yang saya rasakan disekolah. Saat pengambilan darah, dokter
berkata “Ade ga usah liat nanti takut, merem aja” tetapi tetap saja saya
melihat proses pengambilan darah dan bagi saya sudah terlalu banyak darah yang
diambil. Setelah selesai pengambilan darah, lalu dilakukan pemeriksaan terhadap
darah yang sudah diambil tersebut.
Beberapa menit kemudian dokter
menghampiri ayah dan saya tidak mengetahui percakapan apa saat itu yang mereka
bicarakan. Lalu ayah menghampiri saya dan berkata, “Kamu minum teh dulu ya
disini, diabisin tehnya. Kalau abis nanti boleh pulang kata dokternya. Kamu mau
pulang kan?” ya seperti tadi jawaban saya hanya menganggukan kepala. Kemudian
datanglah dokter mendekati saya dan berkata, “Ade mau pulang ga? Ade mau sembuh
ga? Kalo mau, abisin ya tehnya nanti kalo abis boleh pulang ya. Bisa ga abisin
minumnya? Kalo ga abis ga boleh pulang ya” sambil memberikan gelas berukuran
besar untuk saya minum. Saat itu saya langsung meminum teh yang diberikan
dokter tersebut, namun saya tidak mampu menghabiskan teh sebanyak itu. Sudah
dipaksa untuk menghabiskan agar bisa pulang, namun saya tidak mampu karena
sudah merasa kembung di perut. Akhirnya dokter mengambil tindakan dan berkata,
“Kuat ga abisin tehnya?kalo mau pulang diabisin, kalo ga abis tetep disini ya”
dan kenyataan berkata bahwa saya tetap tak sanggup menghabiskan air dengan
ukuran gelas besar tersebut. Maka dari itulah akhirnya saya harus dirawat,
dokter memanggil beberapa orang untuk mengurus proses perawatan saya.
Ayah berkata, “Ga apa-apa ya
disuntik lagi, jangan nangis ya. Mau cepet sembuh kan?” aku pun lagi-lagi hanya
menganggukan kepala saja. Kemudian dokter mendekat untuk memasukan jarum
infusan ke dalam badan saya. Dokter berkata, “Berani kan ade disuntik ya? Tadi
mah jahat orangnya jadi sakit disuntiknya, sekarang mah ga sakit. Ade merem aja
ya kalo takut, cuma sebentar aja ko” dan saya hanya diam saja. Lalu dokter
memasukan jarum infusan ke tangan kanan saya, dan saya melihat proses tersebut
namun saya tetap biasa dan kuat menahan rasa sakitnya disuntik. Namun, yang
terjadi entah mengapa hal tersebut gagal dan mengharuskan untuk disuntik ulang.
Dokter pun menuntikan jarum infusan ke tangan kiri saya dan kejadian tadi pun
terulang lagi yaitu gagal. Hal tersebut berulang kembali sampai tujuh kali
mencoba memasukan jarum namun dengan hasil yang selalu saja gagal. Bukankah itu
suatu hal yang menjengkelkan? Saya sudah menahan sakit disuntik tangan kanan,
kiri, kanan, kiri, kanan, kiri dan kanan namun hasilnya selalu saja gagal. Saat
kejadian itu, saya menagis dengan kerasnya dan saya sempat mengumpatkan tangan
saya agar tidak disuntik lagi oleh dokter. Namun tenaga aku saat itu masih
lemah jadi pasti kalah dengan beberapa dokter disana. Karena saya meras teramat
sangat kesal dengan kejadian tersebut, saya pun menggigit tangan dokter yang
menahan tangan saya saat itu. Saya gigit dengan penuh kekesalan saat itu,
benar-benar gigitan yang teramat keras yang saya lakukan terhadap dokter itu
hingga dokter melepasan genggamannya dan sambil menahan rasa sakit digigit
saya. Setelah tangan saya dilepas dan saya melihat bekas gigitan saya yang
sangat besar dan dalam itu, saya langsung bangun dari tempat tidur itu dan
berusaha lari keluar mencari mama yang sedang menunggu.
Setelah berlari keluar, saya
langsung melihat mama sedang menunggu dengan cemasnya dan tak tega mendengar
saya berteriak kesakitan di dalam. Karena mama tidak tega melihat saya, maka
dari itu mama menunggu di luar. Saya lari menghampiri mama dan memeluk mama
sambil berkata, “Mama, ayo ma pulang ma..mama pulang..” sambil nangis dan
memeluk mama saat itu. Mama berusaha menenangkan saya saat itu dan menggendong
saya sambil berkata, “Iya ayo pulang, tapi panggil ayahnya dulu ya. Kan ayah
yang bawa mobil, ayo masuk dulu ya ke dalem panggil ayah” mama sambil jalan ke
dalam lagi dengan menggendong saya. Saya pun langsung panik karena saya takut
disuntik lagi dengan hasil yang gagal. Dan benar saja mama mengantarkan saya
kedalam dengan maksud untuk disuntik lagi, saya berkata kepada mama,”Mama
ngapain kedalem lagi? Ayo mama pulang...ayo pulang mama..” namun seketika saya langsung
menggigit pundak mama saat itu. Dan mama merasa kaget dan kesakitan saat itu,
hingga kacamatanya pun terjatuh karena mengendalikan emosi saya yang
meledak-ledak saat itu. Mama sebenarnya tidak tega melihat saya merasa
kesakitan disuntik berulang kali seperti itu, namun apa boleh buat kalau memang
itulah yang seharusnya dilakukan hanya untuk saya sembuh.
Dan akhirnya saya berada di dalam
lagi dan dibaringkan lagi ditempat tidur, lalu saya disuntik lagi oleh dokter.
Dan sepertinya itu adalah suntik bius agar saya tidak lagi berontak dan
mengigit dokter lagi mungkin. Hahahahaha. Setelah itu memang benar saya tidak
sadarkan diri, tetapi sedikit-sedikit saya mendengar suara dan terkadang mata
saya terbuka namun tak sadarkan diri. Yang saya ingat hanyalah, saya digendong
saat itu untuk dipindahkan ke ruang rawat. Dan saat pagi buta, saya terbangun
karena saat itu saya masih dalam keadaan menangis dengan isak tangis yang tak
kunjung berhenti. Saat itu yang saya lihat adalah mama disamping tempat tidur
saya berbaring, mama tidur disamping kasur menunggu saya saat itu dan sambil
berkata,”Udah jangan nangis lagi, bobo aja masih gelap tuh. Udah jangan nangis”
sambil mengusap kepala saya dan saya hanya dapat melihat sejenak dengan isak
tangis yang tak kunjung berhenti saat itu.
Saat pagi hari tiba, barulah saya
sadarkan diri. Melihat sekitar ruangan dan mencoba memahami kejadian apa tadi
malam sampai saya bisa berbaring disini. Dan yang saya ingat hanya saat
terakhir mama membawa saya ke dalam, selebihnya saya tak sadarkan diri. Saat
itu saya melihat mama sudah tidak berada disamping saya, namun saat itu saya di
jaga oleh mbah dan saya berkata,”Mbah, mama kemana?” dan mbah menjawab,
“Mamanya pulang dulu mandi, nanti balik lagi kesini. Sekarang gantian dulu sama
mbah ya” dan saya hanya diam dan mendengarkan perkataan mbah. Saya melihat
tangan kiri saya dan disanalah saya melihat selang infusan, merasa aneh dan
terganggu akan infusan tersebut namun saya tak bisa berbuat apapun.
Selama di rawat, saya tidak pernah
mau makanan dari sana karena rasanya aneh dan tidak enak. Jadi setiap mbah beli
makanan diluar, saya minta tukar makanan dengan mbah. Jadi makanan dari rumah
sakit ya mbah yang makan dan saya makan dari makanan luar yang mbah beli.
Hahahahaha. Lalu saat dokter datang memeriksa saya, dokter bertanya,”Gimana
erie keadaanya udah enakan belum? Udah doyan makan belum?” dan saya menjawab,
“udah dokter, makananya ga doyan maunya roti aja kaya setiap pagi dibawain.
Maunya pulang, soalnya besok sekolah hari pertama. Boleh pulang ga?” tetep yah,
sakit-sakit begitu maunya masuk sekolah dan ga mau ketinggalan pelajaran.
Hahahahaha. Dan dokter menjawab,”Oh, kamu maunya roti? Yaudah nanti-nanti
dibawainnya roti aja kalo gitu yah. Iya boleh pulang kalo erienya udah sehat”
dan dengan sombongnya saya menjawab,”Tapi aku udah sehat. Nanti aku malah jadi
bolos sekolah, aku mau sekolah” hahahaha. Rada nyebelin juga yah kalo
dipikir-pikir anak kecil mikirin sekolah, dimana-mana anak kecil pada seneng
kalo ga berangkat sekolah. Hahahahaha.
Ada beberapa kejadian lucu selama
dirawat disana. Seperti halnya saat buang air besar, karena rumah sakitnya
menyediakan closet duduk dan itu merupakan suatu hal yang membuat saya
terganggu karena saya tidak bisa buang air besar sambil duduk tapi bisanya
jongkok. Hahahahaha. Akhirnya mbah mempunyai seribu akal agar saya bisa
jongkok. Hahahahaha. Terus waktu itu juga sempet saya mengompol di kasur rumah
sakit, tapi kata mbah diem-diem aja bilang aja air tumpah. Hahahaha. Maklum lah
anak kecil disuruh begitu pasti iya iya aja dah. Nah ada lagi nih yang lucu,
tapi kasian juga sih. Jadi tuh pas siang-siang mbah jidatnya kejedot meja
“jedugggg” dengan suara yang keras. Dan seketika orang yang berada disebelah
langsung melihat kearah saya dan mbah, lalu menayakan apa yang terjadi namun
mbah mnejawab,”Ga kenapa-kenapa, tadi itu jatoh” dan saya hanya diam sambil
menahan tertawa karena kelakuan mbah. Hahahaha. Mbah malu kalo sampe
orang-orang tau kalau tadi itu suara mbah kejedot meja. Hahahaha. Terus ada nih
hikmah dari saya sakit, mau tau apa hikmahnya? Hahahahaha. Ya ga jauh-jauh sih
sebenernya, hikmahnya adalah saya dapet banyak uang saat itu. Uang dari
orang-orang yang jenguk saya ke rumah sakit, banyak sekali amplopnya saya
simpan di bawah bantal, tapi sepertinya mungkin beberapa amplop diambil mama
buat disimpen diam-diam. Soalnya saya ga mau kasih uangnya ke mama, maunya saya
yang simpen sendiri, maklum kecil-kecil udah kenal uang sama dagang jadi susah
deh kalo udah ada uang gitu. Hahahahaha.
Selama seminggu dirawat, akhirnya
saya diperbolehkan untuk pula. Saat persiapan pulang, saya malah sibuk
ngitungin uang yang ada di amplop-amplop, lalu ayah meledek saya dengan
berkata,”Sini uangnya buat ayah, kan buat bayar rumah sakit kamu ini. Sini bagi
ayah” dan dengan enaknya saya menjawab,”Ga ah, ga mau. Orang ini kan uang buat
aku, bukan buat ayah” wahahahahaha. Maafin saya ya, maklum masih kecil udah
dapet uang banyak tuh seneng banget. Dan beberapa jam kemudian akhirnya saya
tiba dirumah dan sampai dirumah ternyata banyak sekali barang-barang baru untuk
saya. Senang rasanya, pulang dari rumah sakit melihat banyak mainan baru
dirumah, terimakasih mama, ayah dan mbah. Seperti inilah kisah saya dengan
dokter, saya lupa wajahnya dokter yang saya gigit tapi saya hanya bisa meminta
maaf atas kejadian waktu itu, maafin ya dokter itu kan saya masih kecil khilaf
dan pas banget waktu kecil hobinya gigit. Hahahahaha. Padahal gigi saya tuh
taring, jadi pasti sakit banget kalau kena gigit, apalagi dokternya ngerasain
gigit gemes dan gigit keselnya saya waktu itu. Hahahaha maaf ya dokter.
Satu lagi nih yang lucu, beberapa
lamanya dari kejadian itu. Kan saya masih menyimpan uang pemberian orang yang
jenguk waktu itu, dan orang rumah tidak sadar kalau saya masih menyimpan uang
sebanyak itu. Dalam jumlah ratusan yang saya pegang, padahal saya masih anak
kecil tapi sudah nyimpen uang sebanyak itu. Sampai ternyata uang tersebut tidak
lagi laku, karena adanya peredaran uang baru waktu itu. Hahahahaha. Kalau saja
tidak ada yang membahas uang tersebut sudah tidak laku lagi, mungkin uang
tersebut akan dalam keadaan memang tidak laku lagi. Namun akhirnya uang
tersebut dapat ditukarkan ke bank dengan mengganti uang baru. Hahahahaha.
Seperti itulah kisah saya waktu kecil, semoga ada pelajaran yang dapat diambil
dari kisah kecil saya ini. Terimakasih ya atas kesempatannya membaca artikel
ini, jangan bosan-bosan yah berkujung ke blog saya. Ehehehehehe.
Follow my
twitter @erieanggraeni